Rabu, 09 November 2011

Pengertian Konversi Agama


            Konversi agama menurut etimologi yaitu kata kata konversi berasal dari kata lain “convernio” yang berarti tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, fakta tersebut dipakai dalam bahasa Inggris “conversion” yang mengandung pengertian : berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion to another).
            Konversi agama menurut terminologi menurut pengertian ini akan dikemukakan beberapa pendapat tentang konversi agama, antara lain :
1.        Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2.        William James mengatakan konversi agama adalah berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses, baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba yang dilakukan secara sadar dan terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama.
       Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu, konversi agama memuat beberapa pengertian dan ciri-cirinya :
a.       Adanya perubahan arah dan pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b.      Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
c.       Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agam ayang dianutnya sendiri.
d.      Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan oleh faktor petunjuk dari yang maha kuasa.
B.     Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
       Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi :
1.      Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2.      Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor, antara lain :
a.       Pengaruh hubungan antarpribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan ataupun bidang kebudayaan yang lain).
b.      Pengaruh kebiasaan yang rutin.
Pengaruh ini bisa mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin hingga terbiasa, misalnya menghadiri upacara keagamaan, ataupun pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan, baik pada lembaga formal ataupun non formal.
c.       Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya karib, keluarga, dan sebagainya.
d.      Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu faktor pendorong konversi agama.
e.       Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi.
f.       Pengaruh kekuasaan pemimpin yang berdasarkan kekuatan hukum. Masyarakat umumnya cenderung menganut agama yang dianut oleh kepala negara atau raja mereka.
3.      Para ahli psikologi berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut jika mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin.
       Dalam uraian Wiilliam James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut :
a)        Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap.
b)        Konversi agama dapat terjadi, oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses).
c)        Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan para psikolog adalah berupa pembebsan diri dari tekanan batin.
       Faktor yang melatarbelakangi timbul dari dalam diri (intern) dan dari lingkungan (ekstern).
1)        Faktor intern, yang ikut mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah :
a)      Kepribadian
Dalam penelitian William James, ia menemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam bisa menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.
b)      Faktor Pembawaan
Menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa aad semacam kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama.
2)        Faktor Ekstern (faktor luar diri)
Diantara faktor luar yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah :
a)      Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, dan lainnya.
b)      Lingkungan tempat tinggal
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang.
c)      Perubahan Status
Misalnya perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, nikah dengan orang yang berlainan agama, dan sebagainya.
d)     Kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama.


C.     Proses Konversi Agama
M.T.I.Penindo berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur, yaitu :
1.         Unsur dari dalam diri (endogenes origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok.
2.         Unsur dari luar (exogenos origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok yang bersangkutan.
       Jika proses konversi baik terjadi oleh unsur luar ataupun dalam ataupun terhadap individu atau kelompok, akan ditemui persamaan. Perubahan yang terjadi tetap pentahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum. Kerangka proses itu antara lain oleh:
a.         H. Carrier, membagi proses tersebut dalam pentahapan sebagai berikut :
1)        Terjadi disintegrasi sintesis kognitif dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
2)        Reintegrasi kepribadian berdasarkan konversi agama yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur lama.
3)        Tumbuh sikap menerima konsepsi agama baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
4)        Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
b.        Dr. Zakiah Darajat memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu :
1)        Masa tenang
       Di saat kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang, karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama.
2)        Masa ketidaktenangan
       Jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batinnya, sehingga mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu, dan bimbang.
3)        Masa Konversi
       Tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan, karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah.
4)        Masa Tenang dan Tentram
       Jika pada tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada tahap keempat ini ditimbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil.
5)        Masa Ekspresi Konversi
       Sebagai ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang dipilihnya tersebut.

Selasa, 08 November 2011

Fungsi Guru Sebagai Tenaga Profesional

1)               Guru sebagai sumber belajar
            Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya. Guru harus mampu melakukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah dibahas.
2)               Guru sebagai sumber fasilitator
            Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru :
1.      Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta  fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran.
2.      Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. 
3.      Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok.
4.      Guru sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam   berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
3)                 Guru sebagai sumber pengelola
            Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum :
1.      Merencanakan tujuan belajar
            Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif.
2.      Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar
            Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan.
3.      Memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa
            Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
4.      Mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan.
            Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwaperistiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.
4)               Guru sebagai pembimbing
            Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi “ini” atau jadi “itu”. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki :
1.      Guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya.
2.      Guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
5)               Guru sebagai demonstrator
            Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator :
1.      Sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa.
2.      Sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
6)               Guru sebagai motivator
            Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut :
1)      Memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
2)      Membangkitkan minat siswa,
3)      Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
4)      Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa,
5)      Memberikan penilaian yang positif,
6)      Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
7)      Menciptakan persaingan dan kerjasama.
7)           Guru sebagai konselor
            Guru sebagai konselor, perlu memiliki keterampilan cara membantu anak-anak yang mengalami kesulitan tertentu.
8)           Guru sebagai evaluator
            Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan “tes”, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soalsoal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.